Sifat-sifat pendakwah
Pendakwah yang lemah lembut
Pendakwah yang berkeinginan kuat
Pendakwah yang bijaksana
Pendakwah yang ikhlas
Pendakwah yang memberikan contoh dengan apa yang didakwahkan
Pendakwah yang lemah lembut
Seorang pendakwah sebaiknya berakhlak dengan banyak sifat baik. Dia
mengorbankan kesungguhan dan banyak waktunya untuk menyelamatkan mad’u
(objek dakwah) dari kekufuran menuju keimanan, dari kesesatan ke hidayah dan daribid’ah ke sunnah.
Namun, seringkali sifat lemah lembut adalah yang paling penting dan
dibutuhkan untuk banyak keperluan daripada sifa-sifat lainnya. Seperti ketika
menghadapi keterbatasan dan kesalahan manusia, mengingatkan mereka dari apa
yang telah mereka lupakan dan yang membuat mereka lupa, atau mengajak mereka
untuk meninggalkan perkara buruk.
Sifat lemah lembut (al-Rifqu) adalah lembutnya pendampingan
dengan ucapan, perbuatan dan mengambil dengan cara ang paling mudah. Sifat ini
adalah karakteristik agung yang Mana Allah Swt. juga mempunyai sifat keaguangan
ini. Sebagaimana sebuah Hadis Riwayat Muslim:
إِنَّ
اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعطِي
عَلَى الْعُنْفِ وَمَالاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
“Sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan
mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak
diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”
Nabi Saw. menjelaskan bahwa sifat lemah lembut ini lazim dimiliki
oleh setiap muslim. Hal ini sebagaimana sabdanya:
إِنَّ
اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِيْ الأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah itu Mahalembut
dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”
Ada sebuah kisah bagaimana Nabi Saw. menerapkan sifat lembut kepada
orang yang berbuat salah.
Suatu ketika Muawiyah bin Hakam sedang shalat bersama Rasulullah
SAW, salah seorang jamaah tiba-tiba bersin, dan Muawiyah spontan berkata,
"Yarhamukallah!!"
Para sahabat di sekitarnya segera membelalakkan matanya kepadanya,
dan segera ia berkata, "Alangkah kecewanya ibuku, mengapa kalian
memandangku seperti itu!!"
Atas ucapannya ini, beberapa sahabat memukulkan tangannya ke
pahanya, dan Muawiyah baru mengerti kalau maksudnya adalah menyuruhnya untuk
diam, dan ia tidak berkata-kata lagi. Memang, beberapa waktu sebelumnya telah
turun larangan untuk bercakap-cakap di dalam shalat, dan ia belum
mengetahuinya.
Usai shalat, Nabi SAW menghadapkan wajah kepada jamaah, dan
Muawiyah sudah ketakutan beliau akan memarahinya karena sikapnya tadi. Tetapi
ternyata beliau tidak membentak, memukul atau memakinya, dengan lemah lembut beliau bersabda,
"Sesungguhnya di dalam shalat ini tidak diperbolehkan bercakap-cakap
dengan manusia, walau hanya sepatah kata, karena shalat itu untuk membaca
tasbih, takbir, dan ayat-ayat al Qur'an…"
Karena pengalamannya seperti itu, dan ketika shalat tadi, Muawiyah
berkata, "Demi ayah dan bundaku, tidak pernah saya melihat seorang
pendidik yang yang lebih baik daripada beliau, baik sebelum atau
sesudahnya…!!"
Pendakwah yang Berkeinginan kuat
Allah Swt. mengutus para nabi-Nya untuk menjadi langkah risalah-Nya
dan pembawa agama-Nya, juga untuk memberikan contoh-contoh mulia kepada umat.
Sebab itulah Allah menjadikan mereka orang-orang yang paling jujur, paling
pengasih, paling bagus akhlaknya dan paling kuat mempunyai keinginan menyampaikan
hidayah kepada manusia dan membahagiakan mereka.
Misalnya, ayah pra nabi, yakni Nabi Nuh as. yang bersungguh-sungguh
mendakwahi umatnya selama sekitar 1000 tahun. Ia berdakwah mengajak untuk taat
dan beribadah kepada Allah Swt. Dan tidak ada satupun yang membuat ia bahagia
kecual sampainya kebaikan dan hidayah kepada kaumnya. Seabagaimana yang
diceritakan dalam al-Qur’an:
قَالَ
رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا
“Nuh bekata: Wahai Tuhanku, sungguh aku mendakwahi kaumku malam dan
siang”
Walaupun tetap saja kaumnya tidak beriman, namun Nuh as. tetap
mempunyai keinginan yang kuat sebagaimana yang diabadikan dalam al-Qur’an:
ثُمَّ
إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ
إِسْرَارًا
“Kemudian sungguh aku telah menyeru mereka dengan cara
terang-terangan, Kemudian aku telah menyeru mereka lagi dengan terang-terangan
dan diam-diam”
Semua nabi memiliki sifat berkeinginan kuat dalam mengarahkan
hidayah kepada manusia dan mengasihi mereka. Hingga kemudian, Allah Swt.
mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai guru dakwah terbaik, yang mana Allah Swt.
memberikan sifat al-Harish (berkeinginan kuat) kepadanya. Sifat ini yang
ia gunakan menghadapi mad’u (objek dakwah) yang kemudian menjadi sebab
adanya hidayah bagi mereka.
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.”
Begitulah, sungguh ke-tidak diberikan-nya hidayah kepada mad’u
(objek dakwah) adalah menjadi sebab munculnya kesedihan dan kemuraman di hati
para pendakwah.
Pendakwah yang bijaksana
Dakwah kepada Allah Swt. adalah amal yang memopunyai tujuan besar.
Namun dalam prosesnya terdapat racun. Oleh sebab itu, tujuan akhir dakwah akan
dihasilkan oleh permulaan yang telah digariskan sebelumnya. Dan seorang
pendakwah tidak mutlak berproses dengan kemampuannya, namun proses ini
sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an.
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ada sangant banak gambaran kebijaksanaan dalam dakwah. Dan hal ini
tentu membutuhkan kecerdasan dari orang-orang cerdas untuk menegetahu cara
terbaik dan teraman bagi manusia untuk
disampaikannya peringatan dengan cara-cara yang tidak bertentangan
dengankaidah-kaidah syari’at.
Kebijaksanaan merupakan pilihan terbaik dan obat teraman untuk para
mad’u.
Pembahasann kami dalam tema ini dari sekian banyak gambaran
kebijaksanaan adalah bersikap baik dalam menghadapi kesalahan yang dibuat oleh
manusia. Karena sungguh salah satu kebijakan dalam berdakwah adalah memberikan
nasehat dengan baik dan tidak menyalah-nyalahkan mad’u.
Kebijaksanaan adaalah salah satu ciri dari sempurna nya ilmu yang
terdapat pada seorang da’i ke arifan, lemah lembut atau lunak nya perkataan
adalah kunci sukses memegang hati yang yang sedang di kuasai amarah, dan tidak
dengan perilaku yang keras.
Bila seorang dai memiliki hati yang tidak baik dan akhlak yang
tercela maka ucapan dan perkataan mereka tentulah tiak akan menggetarkan hati
yang di berikan dakwah. Sehingga hidayah akan sulit masuk kepada umat manusia
kemudian semangat akan kehidupan pun menjadi redup, kemudian berimbas kepada
kejahilan umat manusia. Dan semua ini bisa terjadi apabila da’i nya beraklak
tercela dan berhati kotor.
Seorang pendakwah seyogyanya juga memiliki rasa malu. Karena malu
adalah salah satu cabang iman. Dan malunya seorang pendakwah di hadapan
manusia, akan menghindarkan ia dari keburukan-keburukan yang bisa saja mereka
lakukan.
Hal ini sebagaimana ang diriwayatkan sahabat Abu Sa’id al-Khudri
Ra. ia berkata : “Nabi adalah orang yang
sangat pemalu. Apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disukainya, maka hal
itu bisa dapat diketahui dari wajahnya”.
Inilah akhlak pendakwah, walaupun ia melihat sesuatu yang tidak
disukainya. Tanpa melukai hati orang lain, ia bisa saja memberitahu dengan raut
wajah yang berubah untuk menunjukkan ketidaksukaannya. Dengan cara seperti ini,
maka hal-hal buruk dapat dihindari.
Nabi Muhammad Saw. mengajarkan kepada kita berbagai cara dalam
menghadapi orang yang berbuat salah dengan tanpa membuat mereka terluka.
Pertama, berikan mereka peringatan dengan isyarah.
Kedua, jika ada orang banyak, maka berikan ucapan dan nasehat yang
baik secara umum. Agar orang yang bersalah dalam kumpulan tersebut tidak secara
langsung merasa disalah-salahkan.
Pendakwah yang Ikhlas
Seorang penakwah senantiasa berusaha tanpa jenuh dalam memberikan
petunjuk kepada mad’u agar mereka menjadi lebih baik dan lebih layak.
Seorang pendakwah tidak menyimpan usahanya dan waktunya kecuali untuk
menghasilkan diberikannya hidayah kepada mad’u.
Namun pada banyak hal, karena pendakwah tidak memiliki kunci-kunci
hati mad’u-nya, adakalanya ada yang menerima dan tidak menerima dakwah yang
dilakukannya. Hal demikian boleh jadi karena buruknya managemen yang dilakukan,
atau sedikitnya pengetahuan, atau cara penyampaiannya yang tidak tepat dalam berproses,
Seringkali hal-hal tersebut terjadi karena ingin segera mencapai hasil yang
ditargetkan.
Banyak juga pendakwah yang mengorbankan semua kemampuannya, namun
tidak menghasilkan kesuksesan, mad’u tidak menanggapi apa yang didakwahkannya,
ia telah berupaya berdakwah dengan waktu yang lama, namun tidak mereka terima.
Dengan banyak keadaan yang demikian, maka keikhlasan mutlak
diperlukan dan ingat bahwa adanya hidayah adalah kemutlakan dari Allah.
إِنْ
تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ
مِنْ نَاصِرِينَ
“Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka
sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan
sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong.”
Seseorang bertanya, apabila usaha seorang pendakwah tidak diterima
oleh mad’u-nya, apakah hal ini juga berkurang di sisi Allah?. Dan apakah
penerimaan dakwah oleh mad’u atas dakwah merupakan dalil ridhonya Allah kepada
kita?.
Maka jawabannya adalah, bahwa kepentingan para nabi dalam berdakwah
adalah penyampaian (tabligh), penjelasan (tabyin) dan menunjukkan kepada
manusia agar mereka dapat kebaikan di dunia dan akhirat.
Adapun hidayah, itu adalah mutlak hak periogratif Allah ta’ala.
Sebagaiamana firmannya:
“Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan”. (QS. Asy-Syura:48)
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”. (QS.
Al-Ghasyiyah: 21-22)
Seorang da’i tidak boleh
pelit terhadap ilmu yang ia miliki tidak boleh juga melarang dan mencegah untuk
memanfaatkan apa yang telah di ketahui , karena sesungguhnya pelit merupakan
suatu sifat yang tercela palagi kepada ilmu Allah..
Demikianlah, penyampaian (tabligh) adalah yang terpenting dalam dakwah,
adapun hidayah adalah Allah yang berhak memberikannya.
Betapa banyak Nabi yang kelak datang pada hari kiamat tanpa
disertai banyak pengikutnya namun Allah Swt. tetap memberikan ganjaran kepada
mereka.
Imam al-Qurthubi menejelaskan dalam tafsirnya, bahwa Ibn Abbas Ra.
menjelaskan betapa umat Nabi Nuh as. yang beriman hanya 80 orang, yang mana 3
dari mereka adalah keturunannya; Sam, Ham dan yafits.
Sedangkan Imam Qatadah menjelaskan bahwa yang ada di perahu Nuh as.
hanya terdiri dari 8 orang saja.
Artinya, walaupun Nuh as. 1000 tahun telah berdakwah, namun
sedikitnya orang yang mengikutinya tidak serta merta mengurangi keridhoan Allah
Swt.
Pendakwah yang memberikan contoh dengan apa yang didakwahkan
Para pendakwah adala kumpulan cahaya dunia. Mereka membawa petunjuk
kepada manusia. Mereka memberikan nasehat, penjelasan dan petunjuk kepada
kebaikan.
Perumpamaan pendakwah yang tidak memberikan contoh dengan apa yang
didakwahi, sebagaimana Ibn Qoyyim jelaskan: “Ulama yang buruk adalah yang kelak
duduk di depan pintu surga, mereka menyeru manusia dengan ucapannya. Namun
nyatanya ia mengajak manusia ke neraka dengan perbuatannya. Sebab itu jangan
dengarkan ulama seperti ini walaupun apa yang didakwahinya benar. Karena
penampilannya saja yang benar, sedang hakekat tujuannya sangatlah buruk”.
Pendakwah yang tidak melakukan apa yang didakwahkan, adalah seperti
yang dijelaskan Allah ta’ala dalam al-Qur’an:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian
mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang
tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. al-Jum’ah: 5).
Rasulullah Saw. bersabda: “Perumpamaan orang alim yang mengajarkan
kebaikan pada manusia namun ia sendiri akan diri sendiri, adalah seperti orang
yang membawa lilin sebagai penerang orang lain, tapi lilin tersebut
membakarnya” (HR. Thabrani).
Imam Hasan Bashri mengatakan: “Jika kamu memerintahkan untuk
berbuat baik, maka jadilah bagian yang melakukan hal tersebut, Jika tidak, maka
celakalah kamu. Jika kamu melarang manusia untuk berbuat munkar, maka jadilah
bagian yang tidak melakukannya. Jika tidak, maka celakalah kamu”.
Analisi dan Kritik atas kitab karya Syekh Munqid bin mahmud Al-Saqhor :
Dalam 5 poin di atas , kitab ini
lebih mengarahkan kepada persoalan kebatinan seorang da’i. Hal utama yang harus
dilakukan da’i dalam berdakwah adalah memahami dan mempelajari Al-qur’an dengan
baik dan benar. dan yang terakhir yang harus dilakukan seorang da’i adalah
berbagi semua ilmu yang dia miliki dan mengamalkan nya kepada umat manusia agar
tercipta umat yang baik dan bahagia.
Terkadang sesuai perkembangan jaman,
segala Sesuatu itu dapat berubah-ubah termasuk dengan manusia atau da’i itu
sendiri. Bahkan mad’u nya (objek da’i)
juga berubah perilaku dan sifat nya sesuai seiring perkembangan jaman. Sehingga
kitab ini seharus nya juga mendetailkan soal persoalan da’i dan mad’u nya yang
lebih terperinci, dan meluas.
Nmun, sebagai orang yang miskin akan
ilmu saya tidak bisa mengkritik kitab ini, saya bahkan mengapresiasi
setinggi-tinggi nya terhadap kitab ini, karena karya ini . sangat bermanfaat
bagi banyak umat manusia yang ingin mempelajari ilmu dalam berdakwah..
Dalam kitab ini pun syekh munqid bin
mahmud al-saqhor banyak beercerita mengenai kisah- kisah pada zaman Rasullulah,
dan beliau juga banyak memberikan hadits berupa dalil-dalil Yang di sampaikan
oleh Rasulullah SAW. yang tujuan nya
jelas untuk memandu dan memperjelas kitab karya beliau adar kita para khalifah
dan da’i dapat memberikan ilmu yang bermanfaat dan kebenaran bagi umat manusia.
- Saturday, November 10, 2018
- 11 Comments