Terjemah dan Analisis Kitab "ad-Da'i wa ad-Da'iyyah" Karya Syekh al-Saqhor

Saturday, November 10, 2018



Sifat-sifat pendakwah
  Pendakwah yang lemah lembut
  Pendakwah yang berkeinginan kuat
  Pendakwah yang bijaksana
  Pendakwah yang ikhlas
  Pendakwah yang memberikan contoh dengan apa yang didakwahkan


Pendakwah yang lemah lembut
Seorang pendakwah sebaiknya berakhlak dengan banyak sifat baik. Dia mengorbankan kesungguhan dan banyak waktunya untuk menyelamatkan mad’u (objek dakwah) dari kekufuran menuju keimanan, dari kesesatan  ke hidayah dan daribid’ah ke sunnah.
Namun, seringkali sifat lemah lembut adalah yang paling penting dan dibutuhkan untuk banyak keperluan daripada sifa-sifat lainnya. Seperti ketika menghadapi keterbatasan dan kesalahan manusia, mengingatkan mereka dari apa yang telah mereka lupakan dan yang membuat mereka lupa, atau mengajak mereka untuk meninggalkan perkara buruk.
Sifat lemah lembut (al-Rifqu) adalah lembutnya pendampingan dengan ucapan, perbuatan dan mengambil dengan cara ang paling mudah. Sifat ini adalah karakteristik agung yang Mana Allah Swt. juga mempunyai sifat keaguangan ini. Sebagaimana sebuah Hadis Riwayat Muslim:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَالاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”
Nabi Saw. menjelaskan bahwa sifat lemah lembut ini lazim dimiliki oleh setiap muslim. Hal ini sebagaimana sabdanya:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِيْ الأَمْرِ كُلِّهِ
Sesungguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”
Ada sebuah kisah bagaimana Nabi Saw. menerapkan sifat lembut kepada orang yang berbuat salah.
Suatu ketika Muawiyah bin Hakam sedang shalat bersama Rasulullah SAW, salah seorang jamaah tiba-tiba bersin, dan Muawiyah spontan berkata, "Yarhamukallah!!"
Para sahabat di sekitarnya segera membelalakkan matanya kepadanya, dan segera ia berkata, "Alangkah kecewanya ibuku, mengapa kalian memandangku seperti itu!!"
Atas ucapannya ini, beberapa sahabat memukulkan tangannya ke pahanya, dan Muawiyah baru mengerti kalau maksudnya adalah menyuruhnya untuk diam, dan ia tidak berkata-kata lagi. Memang, beberapa waktu sebelumnya telah turun larangan untuk bercakap-cakap di dalam shalat, dan ia belum mengetahuinya.
Usai shalat, Nabi SAW menghadapkan wajah kepada jamaah, dan Muawiyah sudah ketakutan beliau akan memarahinya karena sikapnya tadi. Tetapi ternyata beliau tidak membentak, memukul atau memakinya, dengan  lemah lembut beliau bersabda, "Sesungguhnya di dalam shalat ini tidak diperbolehkan bercakap-cakap dengan manusia, walau hanya sepatah kata, karena shalat itu untuk membaca tasbih, takbir, dan ayat-ayat al Qur'an…"
Karena pengalamannya seperti itu, dan ketika shalat tadi, Muawiyah berkata, "Demi ayah dan bundaku, tidak pernah saya melihat seorang pendidik yang yang lebih baik daripada beliau, baik sebelum atau sesudahnya…!!"


Pendakwah yang Berkeinginan kuat

Allah Swt. mengutus para nabi-Nya untuk menjadi langkah risalah-Nya dan pembawa agama-Nya, juga untuk memberikan contoh-contoh mulia kepada umat. Sebab itulah Allah menjadikan mereka orang-orang yang paling jujur, paling pengasih, paling bagus akhlaknya dan paling kuat mempunyai keinginan menyampaikan hidayah kepada manusia dan membahagiakan mereka.
Misalnya, ayah pra nabi, yakni Nabi Nuh as. yang bersungguh-sungguh mendakwahi umatnya selama sekitar 1000 tahun. Ia berdakwah mengajak untuk taat dan beribadah kepada Allah Swt. Dan tidak ada satupun yang membuat ia bahagia kecual sampainya kebaikan dan hidayah kepada kaumnya. Seabagaimana yang diceritakan dalam al-Qur’an:
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا
“Nuh bekata: Wahai Tuhanku, sungguh aku mendakwahi kaumku malam dan siang”
Walaupun tetap saja kaumnya tidak beriman, namun Nuh as. tetap mempunyai keinginan yang kuat sebagaimana yang diabadikan dalam al-Qur’an:
ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا
“Kemudian sungguh aku telah menyeru mereka dengan cara terang-terangan, Kemudian aku telah menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan diam-diam”
Semua nabi memiliki sifat berkeinginan kuat dalam mengarahkan hidayah kepada manusia dan mengasihi mereka. Hingga kemudian, Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai guru dakwah terbaik, yang mana Allah Swt. memberikan sifat al-Harish (berkeinginan kuat) kepadanya. Sifat ini yang ia gunakan menghadapi mad’u (objek dakwah) yang kemudian menjadi sebab adanya hidayah bagi mereka.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Begitulah, sungguh ke-tidak diberikan-nya hidayah kepada mad’u (objek dakwah) adalah menjadi sebab munculnya kesedihan dan kemuraman di hati para pendakwah.


Pendakwah yang bijaksana

Dakwah kepada Allah Swt. adalah amal yang memopunyai tujuan besar. Namun dalam prosesnya terdapat racun. Oleh sebab itu, tujuan akhir dakwah akan dihasilkan oleh permulaan yang telah digariskan sebelumnya. Dan seorang pendakwah tidak mutlak berproses dengan kemampuannya, namun proses ini sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ada sangant banak gambaran kebijaksanaan dalam dakwah. Dan hal ini tentu membutuhkan kecerdasan dari orang-orang cerdas untuk menegetahu cara terbaik dan teraman  bagi manusia untuk disampaikannya peringatan dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengankaidah-kaidah syari’at.
Kebijaksanaan merupakan pilihan terbaik dan obat teraman untuk para mad’u.
Pembahasann kami dalam tema ini dari sekian banyak gambaran kebijaksanaan adalah bersikap baik dalam menghadapi kesalahan yang dibuat oleh manusia. Karena sungguh salah satu kebijakan dalam berdakwah adalah memberikan nasehat dengan baik dan tidak menyalah-nyalahkan mad’u.
Kebijaksanaan adaalah salah satu ciri dari sempurna nya ilmu yang terdapat pada seorang da’i ke arifan, lemah lembut atau lunak nya perkataan adalah kunci sukses memegang hati yang yang sedang di kuasai amarah, dan tidak dengan perilaku yang keras.
Bila seorang dai memiliki hati yang tidak baik dan akhlak yang tercela maka ucapan dan perkataan mereka tentulah tiak akan menggetarkan hati yang di berikan dakwah. Sehingga hidayah akan sulit masuk kepada umat manusia kemudian semangat akan kehidupan pun menjadi redup, kemudian berimbas kepada kejahilan umat manusia. Dan semua ini bisa terjadi apabila da’i nya beraklak tercela dan berhati kotor.
Seorang pendakwah seyogyanya juga memiliki rasa malu. Karena malu adalah salah satu cabang iman. Dan malunya seorang pendakwah di hadapan manusia, akan menghindarkan ia dari keburukan-keburukan yang bisa saja mereka lakukan.
Hal ini sebagaimana ang diriwayatkan sahabat Abu Sa’id al-Khudri Ra. ia berkata :  “Nabi adalah orang yang sangat pemalu. Apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disukainya, maka hal itu bisa dapat diketahui dari wajahnya”.
Inilah akhlak pendakwah, walaupun ia melihat sesuatu yang tidak disukainya. Tanpa melukai hati orang lain, ia bisa saja memberitahu dengan raut wajah yang berubah untuk menunjukkan ketidaksukaannya. Dengan cara seperti ini, maka hal-hal buruk dapat dihindari.
Nabi Muhammad Saw. mengajarkan kepada kita berbagai cara dalam menghadapi orang yang berbuat salah dengan tanpa membuat mereka terluka.
Pertama, berikan mereka peringatan dengan isyarah.
Kedua, jika ada orang banyak, maka berikan ucapan dan nasehat yang baik secara umum. Agar orang yang bersalah dalam kumpulan tersebut tidak secara langsung merasa disalah-salahkan.



Pendakwah yang Ikhlas

Seorang penakwah senantiasa berusaha tanpa jenuh dalam memberikan petunjuk kepada mad’u agar mereka menjadi lebih baik dan lebih layak. Seorang pendakwah tidak menyimpan usahanya dan waktunya kecuali untuk menghasilkan diberikannya hidayah kepada mad’u.
Namun pada banyak hal, karena pendakwah tidak memiliki kunci-kunci hati mad’u-nya, adakalanya ada yang menerima dan tidak menerima dakwah yang dilakukannya. Hal demikian boleh jadi karena buruknya managemen yang dilakukan, atau sedikitnya pengetahuan, atau cara penyampaiannya yang tidak tepat dalam berproses, Seringkali hal-hal tersebut terjadi karena ingin segera mencapai hasil yang ditargetkan.
Banyak juga pendakwah yang mengorbankan semua kemampuannya, namun tidak menghasilkan kesuksesan, mad’u tidak menanggapi apa yang didakwahkannya, ia telah berupaya berdakwah dengan waktu yang lama, namun tidak mereka terima.
Dengan banyak keadaan yang demikian, maka keikhlasan mutlak diperlukan dan ingat bahwa adanya hidayah adalah kemutlakan dari Allah.
إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
“Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong.”
Seseorang bertanya, apabila usaha seorang pendakwah tidak diterima oleh mad’u-nya, apakah hal ini juga berkurang di sisi Allah?. Dan apakah penerimaan dakwah oleh mad’u atas dakwah merupakan dalil ridhonya Allah kepada kita?.
Maka jawabannya adalah, bahwa kepentingan para nabi dalam berdakwah adalah penyampaian (tabligh), penjelasan (tabyin) dan menunjukkan kepada manusia agar mereka dapat kebaikan di dunia dan akhirat.
Adapun hidayah, itu adalah mutlak hak periogratif Allah ta’ala. Sebagaiamana firmannya:
“Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan”. (QS. Asy-Syura:48)
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”. (QS. Al-Ghasyiyah: 21-22)

Seorang da’i  tidak boleh pelit terhadap ilmu  yang ia miliki  tidak boleh juga melarang dan mencegah untuk memanfaatkan apa yang telah di ketahui , karena sesungguhnya pelit merupakan suatu sifat yang tercela palagi kepada ilmu Allah..
Demikianlah, penyampaian (tabligh) adalah yang terpenting dalam dakwah, adapun hidayah adalah Allah yang berhak memberikannya.
Betapa banyak Nabi yang kelak datang pada hari kiamat tanpa disertai banyak pengikutnya namun Allah Swt. tetap memberikan ganjaran kepada mereka.
Imam al-Qurthubi menejelaskan dalam tafsirnya, bahwa Ibn Abbas Ra. menjelaskan betapa umat Nabi Nuh as. yang beriman hanya 80 orang, yang mana 3 dari mereka adalah keturunannya; Sam, Ham dan yafits.
Sedangkan Imam Qatadah menjelaskan bahwa yang ada di perahu Nuh as. hanya terdiri dari 8 orang saja.
Artinya, walaupun Nuh as. 1000 tahun telah berdakwah, namun sedikitnya orang yang mengikutinya tidak serta merta mengurangi keridhoan Allah Swt.


Pendakwah yang memberikan contoh dengan apa yang didakwahkan

Para pendakwah adala kumpulan cahaya dunia. Mereka membawa petunjuk kepada manusia. Mereka memberikan nasehat, penjelasan dan petunjuk kepada kebaikan.
Perumpamaan pendakwah yang tidak memberikan contoh dengan apa yang didakwahi, sebagaimana Ibn Qoyyim jelaskan: “Ulama yang buruk adalah yang kelak duduk di depan pintu surga, mereka menyeru manusia dengan ucapannya. Namun nyatanya ia mengajak manusia ke neraka dengan perbuatannya. Sebab itu jangan dengarkan ulama seperti ini walaupun apa yang didakwahinya benar. Karena penampilannya saja yang benar, sedang hakekat tujuannya sangatlah buruk”.
Pendakwah yang tidak melakukan apa yang didakwahkan, adalah seperti yang dijelaskan Allah ta’ala dalam al-Qur’an:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. al-Jum’ah: 5).
Rasulullah Saw. bersabda: “Perumpamaan orang alim yang mengajarkan kebaikan pada manusia namun ia sendiri akan diri sendiri, adalah seperti orang yang membawa lilin sebagai penerang orang lain, tapi lilin tersebut membakarnya” (HR. Thabrani).
Imam Hasan Bashri mengatakan: “Jika kamu memerintahkan untuk berbuat baik, maka jadilah bagian yang melakukan hal tersebut, Jika tidak, maka celakalah kamu. Jika kamu melarang manusia untuk berbuat munkar, maka jadilah bagian yang tidak melakukannya. Jika tidak, maka celakalah kamu”.


Analisi dan Kritik atas kitab  karya Syekh Munqid bin mahmud Al-Saqhor :

Dalam 5 poin di atas , kitab ini lebih mengarahkan kepada persoalan kebatinan seorang da’i. Hal utama yang harus dilakukan da’i dalam berdakwah adalah memahami dan mempelajari Al-qur’an dengan baik dan benar. dan yang terakhir yang harus dilakukan seorang da’i adalah berbagi semua ilmu yang dia miliki dan mengamalkan nya kepada umat manusia agar tercipta umat yang baik dan bahagia. 

Terkadang sesuai perkembangan jaman, segala Sesuatu itu dapat berubah-ubah termasuk dengan manusia atau da’i itu sendiri. Bahkan mad’u nya (objek da’i)  juga berubah perilaku dan sifat nya sesuai seiring perkembangan jaman. Sehingga kitab ini seharus nya juga mendetailkan soal persoalan da’i dan mad’u nya yang lebih terperinci, dan meluas.
Nmun, sebagai orang yang miskin akan ilmu saya tidak bisa mengkritik kitab ini, saya bahkan mengapresiasi setinggi-tinggi nya terhadap kitab ini, karena karya ini . sangat bermanfaat bagi banyak umat manusia yang ingin mempelajari ilmu dalam berdakwah..
Dalam kitab ini pun syekh munqid bin mahmud al-saqhor banyak beercerita mengenai kisah- kisah pada zaman Rasullulah, dan beliau juga banyak memberikan hadits berupa dalil-dalil Yang di sampaikan oleh Rasulullah SAW.  yang tujuan nya jelas untuk memandu dan memperjelas kitab karya beliau adar kita para khalifah dan da’i dapat memberikan ilmu yang bermanfaat dan kebenaran bagi umat manusia.







You Might Also Like

11 comments

  1. Karya tulisnya bermanfaat sekali...khususnya dalam mempelajari dakwah. Terimakasih mbak :)

    ReplyDelete
  2. Sukses terus Mbak Mer. Makasih ya uda share ilmu yg manfaat ini.

    ReplyDelete
  3. Sangat bermanfaat tulisannya mbak..
    Semoga bisa menambah khazanah keilmuan buat para pelaku dakwah....

    ReplyDelete
  4. Syukron jazila mbak, bisa nambah2 ilmu dakwah

    ReplyDelete
  5. Terjemahnya jelas, dan blognya juga menarik, jadi menarik untuk dibaca. Semoga bermanfaat barakallah..

    ReplyDelete
  6. Terjemahnya jelas, dan blognya juga menarik, jadi menarik untuk dibaca. Semoga bermanfaat barakallah..

    ReplyDelete
  7. Tulisan yang bagus buat nambah wawasan kak.. jadi tau drh sifat-sifat yg harusnya dimiliki da'i.
    Penting banget tulisan ini, karena emang bener da'i itu harus memiliki sifat2 yg seperti sudah dijelaskan di tulisan ini agar memperlancar proses dakwah... makasih kak infonya 😊

    ReplyDelete
  8. MasyaAllah sangat lengkap dan jelas sekali mbak,semoga barokah ilmunya
    .
    #SalamAksara

    ReplyDelete
  9. Menambah wawasan bagi calon dai untuk lebih semangat berdakwah. Sungguh semua sifat ini terdapat pda Rasulullah SAW. Semoga dgn sifat dai ini, kita bisa meneruskan perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW.

    ReplyDelete

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images